Investor Menanti Sikap Bank Sentral, Bursa Asia Dibuka Merana

Jakarta, CNBC IndonesiaBursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (18/9/2023), karena investor menantikan rilis beberapa data ekonomi dan keputusan suku bunga bank sentral di beberapa negara pada pekan ini.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,45%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,38%, Straits Times Singapura terpangkas 0,23%, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,69%, dan KOSPI Korea Selatan melandai 0,61%.

Sementara untuk indeks Nikkei 225 Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Lansia.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street yang juga terkoreksi pada perdagangan akhir pekan lalu.

Pada Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,83%, S&P 500 ambles 1,22%, dan Nasdaq Composite ambruk 1,56%.

Penyebab jatuhnya Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu adalah koreksinya saham-saham teknologi, di mana salah satunya yakni Adobe yang ambles lebih dari 4%.

Di lain sisi, survei sentimen konsumen yang dilakukan Universitas Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi satu tahun turun menjadi 3,1% pada September, merupakan level terendah sejak Januari 2021.

Selain itu, perkiraan inflasi lima tahun juga turun menjadi 2,7%, setara dengan level terendah sejak Desember 2020.

Wall Street menganalisis serangkaian data ekonomi yang beragam menjelang keputusan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan diumumkan pada 20 September mendatang.

Para trader akan mencari wawasan tentang bagaimana pemikiran para pembuat kebijakan tentang inflasi. Tak heran jika pelaku pasar ingin mengamankan keuntungan terlebih dahulu dalam jangka pendek.

Baca Juga  Situs Pengadilan Negeri Sleman Diretas

Selain itu, semakin mendekati pertemuan The Fed, pelaku pasar juga akan cenderung bersikap konservatif dengan mengalokasikan lebih banyak kas sementara.

Kendati demikian, ada potensi kebijakan The Fed mulai melonggar pada bulan ini. Hal ini karena pelaku pasar mulai melihat ada sejumlah alasan yang dinilai cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga.

Pertama dari nilai inflasi inti (core consumer price index/CPI) periode Agustus 2023 yang sudah melandai sesuai ekspektasi di 4,3% yoy dari sebelumnya 4,7% yoy.

Selain itu, data core producer price index (PPI) pada periode yang sama juga turun sesuai ekspektasi ke 2,2% yoy dibanding bulan sebelumnya sebesar 2,4%.

Inflasi inti dinilai lebih murni dibandingkan inflasi pada umum-nya, oleh karena itu ini menjadi hal paling fundamental bagi kebijakan the Fed nantinya yang dinilai mulai melunak.

Terutama pada core CPI yang berada di 4,3% yoy sudah di bawah suku bunga acuan The Fed di sekitar 5,25% – 5,50%. Pasar mulai menilai suku bunga saat ini sudah cukup memadai untuk mempertahankan inflasi inti melandai.

Tak hanya itu, persoalan resesi AS yang sempat santer terdengar pada tahun lalu sudah mulai dilupakan pasar.

Melansir poling Reuters juga menunjukkan peluang terjadi resesi AS pada tahun ini sempat diukur pada Oktober 2023 mencapai 70%, tetapi sekarang nilainya sudah semakin melandai, terakhir pada Agustus 2023 peluang AS bisa resesi di kisaran 40%.

Pasar memperkirakan resesi yang potensi terjadi di AS akan lebih ringan dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dengan resesi ringan ditambah inflasi inti yang semakin melandai, suku bunga The Fed potensi semakin optimis ditahan. Hal ini juga didukung dengan perhitungan peluang The Fed menahan suku bunga mencapai 98%, menurut CME Fedwatch Tool.

Baca Juga  LPDP Kucurkan Rp55 Miliar Dukung Ekosistem Kemitraan di Perguruan Tinggi Vokasi

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Tersengat Wall Street “Kebakaran”, Bursa Asia Dibuka Begini

(chd/chd)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *