Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca rilis suku bunga Indonesia.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,03% terhadap dolar AS di angka Rp15.370/US$ pada hari Kamis (21/9/2023).
Sementara indeks dolar AS pada Kamis (21/9/2023) pukul 14.57 WIB, tercatat DXY justru naik di angka 105,51 dibandingkan penutupan perdagangan pada Rabu (20/9/2023) yang berada di posisi 105,12.
Penguatan rupiah ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) merilis suku bunganya yang ditahan pada posisi 5,75% untuk periode September 2023 yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Hal ini sesuai dengan ekspektasi pasar dan konsensus yang dihimpun dari CNBC Indonesia.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Dari 11 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Dengan suku bunga BI yang kian ditahan, maka suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini atau sembilan bulan terakhir. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
“Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sebagai konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam kisaran sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 dan menurun menjadi 2,5 plus minus 1% pada 2024,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung di Jakarta, (21/9/2023).
Perry menambahkan, kebijakan moneter tetap fokus mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah, seperti langkah antisipasi dan mitigasi dari rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
“Sementara itu kebijakan makro prudential longgar terus ditempuh dorong kredit perbankan ke dunia usaha melampaui kebijakan insentif makroprudential dengan fokus hirilisasi, perumahan, pariwisata, inklusi dan hijau,” jelasnya.
Dalam menstabilkan nilai tukar rupiah, BI juga mempersiapkan operasi moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menggantikan Reverse Repo. Implementasi SRBI yang pro market ini dilakukan dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik portfolio inflows, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying. Alhasil hal ini dapat memperkuat mata uang Garuda.
Sebagai informasi, SRBI telah diterbitkan pada 15 September 2023 dan data mencatat terjadi permintaan SRBI dari investor yang melonjak drastis.
Pada lelang perdana di September 2023, permintaan SRBI mencapai Rp29,9 triliun atau 4,25 kali dari target lelang Rp 7 triliun. Lelang kedua yang ditarget Rp5 triliun, penawarannya mencapai 3,12 kali lipat yaitu Rp15,6 triliun.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank BCA Tbk David Sumual menilai level rupiah saat ini sebenarnya cocok dengan fundamental perekonomian nasional. Diukur dari level inflasi dan neraca transaksi berjalan (current account).
“Kalau dilihat sejauh ini rupiah relatif di range fundamentalnya,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia.
Ke depan, David melihat berbagai tekanan akan terus menghampiri rupiah dalam jangka pendek. Antara lain potensi kenaikan suku bunga acuan AS sebanyak satu kali hingga akhir tahun dan harga minyak dunia yang naik tajam.
“Lebih dikhawatirkan itu harga minyak, ini melonjak dan korelasinya besar ke rupiah,” terang David.
Sementara itu dari sisi kebijakan, menurut David, Bank Indonesia (BI) telah memulai dengan beberapa instrumen yang tepat, seperti Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Ramai Negara ASEAN “Buang” Dolar AS, Rupiah Bisa Makin Jaya?
(rev/rev)
Quoted From Many Source